MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL DAN BERBUDAYA
Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri. Namun sejak
awal kehidupannya dia sudah membutuhkan bantuan orang lain dalam proses kelahirannya. Manusia memiliki naluri
untuk selalu hidup dengan orang lain. Manusia apabila dibandingkan dengan
makhluk-makhluk hidup lainnya, seperti hewan, maka dia tidak akan dapat hidup
sendiri karena manusia tidak dikaruniai Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup
untuk dapat hidup sendiri, misalnya kuku dan gigi yang kuat untuk mencari makan
sendiri pada Harimau,. Manusia tanpa manusia pasti akan mati. Hal inilah yang mendasari bahwa manusia
merupakan makhluk sosial. Seperti yang telah kita ketahui, manusia pertama yang
ada di bumi yaitu Adam telah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia
lain yaitu istrinya yang bernama Hawa.
Manusia mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dari makhluk
lainnya, manusia juga mempunyai akal yang dapat memperhitungkan tindakannya
melalui proses belajar yang terus-menerus. Oleh karena itu manusia harus
bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu
interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan
yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat
membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang
bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis
dan seimbang. Agar hasil dari pendidikan, yakni kebudayaan dapat
diimplementasikan dimasyaakat.
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Makhluk sosial adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri
dan membutuhkan kehadiran orang lain. Sebagai makhluk sosial ia memiliki tabiat
suka kerjasama dan bersaing sekaligus. Jika dalam bekerjasama dan bersaing
mereka berlaku fair (terbuka) maka harmoni sosial akan tercipta. Tetapi jika mereka
bersaing secara tidak fair (tertutup) maka konflik antar manusia bisa terjadi.
Sebagai makhluk social manusia merindukan harmoni social (perdamaian) tetapi
juga tak pernah berhenti dari konflik.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk
bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang
berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai
makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan
masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam
berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat
dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada
diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan
orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak
hidup di tengah-tengah manusia. Diperkuat dengan dalil Aristoteles mengatakan
Manusia itu Zoon Politicon yang artinya satu individu dengan individu lainnya
saling membutuhkan satu sama lain sehingga keterkaitan yang tak bisa dipisahkan
dalam kehidupan bermasyarakat. Sedang menurut Freud,super-ego pribadi manusia
sudah mulai dibentuk ketika ia berumur 5-6 tahun dan perkembangan super-ego
tersebut berlangsung terus menerus selama ia hidup. Super-ego yang terdiri dari
atas hati nurani, norma-norma, dan cita-cita pribadi itu tidak mungkin
terbentuk dan berkembang tanpa manusia itu bergaul dengan manusia lainnya,
sehingga sudah jelas bahwa tanpa pergaulan sosial itu manusia itu tidak dapat
berkembang sebagai manusia seutuhnya.
Meskipun banyak spesies berprinsip sosial, manusia sebagai
makhluk sosial akan membentuk kelompok berdasarkan ikatan / pertalian genetik,
perlindungan-diri, atau membagi pengumpulan makanan dan penyalurannya, manusia
dibedakan dengan rupa-rupa dan kemajemukan dari adat kebiasaan yang mereka
bentuk entah untuk kelangsungan hidup individu atau kelompok dan untuk
pengabadian dan perkembangan teknologi, pengetahuan, serta kepercayaan.
Identitas kelompok, penerimaan dan dukungan dapat mendesak pengaruh kuat pada
tingkah laku individu, tetapi manusia juga unik dalam kemampuannya untuk
membentuk dan beradaptasi ke kelompok baru.
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga
masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau
mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia
selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi,
berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat dikatakan bahwa
sejak lahir, dia sudah disebut sebagai makhluk sosial.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk
sosial, karena beberapa alasan, yaitu :
1). Karena manusia tunduk pada aturan yang berlaku.
2). Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang
lain.
3). Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan
orang lain.
4). Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup diantara
manusia lain
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 3 aspek penting
dalam hidupnya, yaitu:
1) Aspek Organik
Aspek Organik ini yaitu manusia sebagai makhluk sosial yang
mempunyai fisik yang disebut jasmani. Organ tubuh manusia mulai dari ujung
rambut hingga ujung kaki yang membuat ia disebut sebagai manusia.
2) Aspek Psikologis
Yaitu unsur rohaniah yang terdapat di dalam manusia sebagai
makhluk sosial. Jiwa atau ruh yang menjadikan seorang manusia itu hidup dan
memiliki ciri-ciri hidup. Mulai dari bernafas, tumbuh, berkembang hingga
memiliki pemikiran yang bersifat abstrak. Termasuk memiliki perasaan terhadap
segala sesuatu yang dialaminya baik manusia sebagai makhluk individu maupun
makhluk sosial.
3) Aspek Sosial
Aspek sosial yang
dimaksud adalah adanya kebersamaan yang menjadi bagian dari ciri manusia
sebagai makhluk sosial. Dalam situasi atau kondisi tertentu mereka melakukan
sesuatu secara bersama-sama. Mereka melakukan kerjasama dengan manusia lainnya
dalam upaya mewujudkan peranan manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 2 harkat, yakni:
1. Keinginan untuk bersatu dengan manusia lainnya
(masyarakat) Dalam keinginan untuk bersatu dengan manusia lainnya
(bermasyarakat), manusia cenderung untuk memenuhi tujuan hidupnya dalam
menyejahterakan kehidupannya, misalnya saja dalam hal untuk mewujudkan suatu
keamanan dalam suatu tempat tinggal dan dalam berbagai hal lainnya yang tak
luput dengan membutuhkan bantuan orang lain.
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekitarnya untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi dalam hal pangan dan lain sebagainya, manusia
sebagai makhluk sosial cenderung pula berkeinginan untuk menjadi satu dengan
alam sekitarnya. Manusia mencoba untuk memahami bagaimana suatu sumber daya
alam dapat menghasilkan suatu produk untuk memenuhi kelangsungan hidup manusia
tersebut, sehingga dalam proses inilah diperlukannya suatu bentuk interaksi
dengan alam sekitar. Adapun faktor yang akan mempengaruhi manusia dalam
berperilaku dan berinteraksi dengan sesamanya, yakni faktor intern (dalam) dan
faktor ekstern (luar).
Faktor intern :
• Sikap dan
gaya hidup
• Selera
• Pendapatan
• Intensitas
kebutuhan
Faktor Ekstern :
• Lingkungan
• Adat
istiadat
• Kebijakan
Pemerintah
• Mode/
Trend
• Kemajuan
teknologi dan kebudayaan
• Keadaan
alam
Manusia Sebagai Makhluk Budaya
Manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain
adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan
kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu
yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan
kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia
berbudaya.
Manusia juga akan mulai berpikir tentang bagaimana caranya
menggunakan hewan atau binatang untuk lebih memudahkan kerja manusia dan
menambah hasil usahannya dalam kaitannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari. Manusia sangat mempunyai hasrat yang tinggi apabila dibandingkan
dengan makhluk hidup yang lain. Hasrat untuk selalu menambah hasil usahanya
guna mempermudah lagi perjuangan hidupnya menimbulkan perekonomian dalam
lingkungan kerja sama yang teratur. Hasrat disertai rasa keindahan menimbulkan
kesenian. Hasrat akan mengatur kedudukannya dalam alam sekitarnya, dalam
menghadapai tenaga-tenaga alam yang beraneka ragam bentuknya dan gaib,
menimbulkan kepercayaan dan keagamaan. Hasrat manusia yang selalu ingin tahu
tentang segala sesuatu disekitarnya menimbulkan ilmu pengetahuan.
Ada hakekatnya kebudayaan mempunyai dua segi, bagian yang
tidak dapat dilepaskan hubungannya satu sama lain yaitu segi kebendaan dan segi
kerohanian. Segi kebendaan yaitu meliputi segala benda buatan manusia sebagai
perwujudan dari akalnya, serta bisa diraba. Segi kerohanian terdiri atas alam
pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun teratur. Keduanya tidak bisa
diraba.
Manusia adalah mahluk berbudaya. Berbudaya merupakan
kelebihan manusia dibanding mahluk lain. Dengan berbudaya, manusia dapat
memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan hidupnya. Manusia menggunakan akal
dan budinya dalam berbudaya. Kebudayaan merupakan perangkat yang ampuh dalam
sejarah kehidupan manusia yang dapat berkembang dan dikembangkan melalui
sikap-sikap budaya yang mampu mendukungnya.
Banyak pengertian tentang budaya atau kebudayaan. Kroeber
dan Kluckholn (1952) menginventarisasi lebih dari 160 definisi tentang
kebudayaan, namun pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip.
Konsep
kebudayaan membantu dalam membandingkan berbagai mahluk hidup. Isu yang sangat
penting adalah kemampuan belajar. Lebah melakukan aktifitasnya hari demi hari,
bulan demi bulan dan tahun demi tahun dalam bentuk yang sama. Setiap jenis
lebah mempunyai pekerjaan yang khusus dan melakukan kegiatannya secara kontinyu
tanpa memperdulikan perubahan lingkungan disekitarnya. Lebah pekerja terus
sibuk mengumpulkan madu untuk koloninya. Tingkah laku ini sudah terprogram
dalam gen mereka yang berubah secara sangat lambat dalam mengikuti perubahan
lingkungan di sekitarnya. Perubahan tingkah laku lebah akhirnya harus menunggu
perubahan dalam gen. Hasilnya adalah tingkah-laku lebah menjadi tidak
fleksibel.
Berbeda dengan binatang, tingkah laku manusia sangat
fleksibel. Hal ini terjadi karena kemampuan dari manusia untuk belajar dan
beradaptasi dengan apa yang telah dipelajarinya. Sebagai makhluk berbudaya,
manusia mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi
dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya.
Kebudayaan
mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia
berbeda dengan binatang, bukan saja dalam banyaknya kebutuhan, namun juga dalam
cara memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah yang memberikan garis pemisah
antara manusia dan binatang.
Ketidakmampuan manusia untuk bertindak instingtif diimbangi oleh
kemampuan lain yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai
objek-objek yang bersifat fisik. Kemampuan untuk belajar dimungkinkan oleh
berkembangnya inteligensi dan cara berfikir simbolik. Terlebih lagi manusia
mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung
dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, dengan pikiran, kemauan
dan hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberi
penilaian terhadap obyek dan kejadian.
Manusia
adalah mahluk yang berbudaya. Berbudaya merupakan ciri khas kehidupan manusia
yang membedakannya dari mahluk lain. Manusia dilahirkan dalam suatu budaya
tertentu yang mempengaruhi kepribadiannya. Pada umumnya manusia sangat peka
terhadap budaya yang mendasari sikap dan perilakunya.
Kebudayaan
merupakan induk dari berbagai macam pranata yang dimiliki manusia dalam hidup
bermasyarakat. Etika merupakan bagian dari kompleksitas unsur-unsur kebudayaan.
Ukuran etis dan tidak etis merupakan bagian dari unsur-unsur kebudayaan.
Manusia membutuhkan kebudayaan, yang didalamnya terdapat unsur etika, untuk
bisa menjaga kelangsungan hidup. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang
menjaga tata aturan hidup.
Etika
dapat diciptakan, tetapi masyarakat yang beretika dan berbudaya hanya dapat
diciptakan dengan beberapa persyaratan dasar, yang membutuhkan
dukungan-dukungan, seperti dukungan politik, kebijakan, kepemimpinan dan
keberanian mengambil keputusan, serta pelaksanaan secara konsekuen. Selain itu
dibutuhkan pula ruang akomodasi, baik lokal maupun nasional di mana etika
diterapkan, pengawasan, pengamatan, dan adanya pihak-pihak yang memelihara
kehidupan etika. Kesadaran etis bisa tumbuh karena disertai akomodasi.
Berbudaya, selain didasarkan pada etika juga terkandung
estetika di dalamnya. Jika etika menyangkut analisis dan penerapan konsep
seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab, estetika membahas
keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa
merasakannya.
Hakikat
kodrat manusia itu adalah
1) sebagai individu yang berdiri sendiri (memiliki cipta,
rasa, dan karsa), 2) sebagai makhluk sosial yang terikat kepada lingkungannya
(lingkungan sosial, ekonomi, politik, budaya dan alam
3) sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Perbuatan-perbuatan baik manusia haruslah sejalan dan sesuai
dengan hakikat kodratinya. Manusia
dipandang mulia atau terhina tidak berdasarkan aspek fisiologisnya. Aspek fisik
bukanlah tolak ukur bagi derajat kemanusiaannya.Hakikat kodrati manusia
tersebut mencerminkan kelebihannya dibanding mahluk lain. Manusia adalah
makhluk berpikir yang bijaksana (homo sapiens), manusia sebagai pembuat alat
karena sadar keterbatasan inderanya sehingga memerlukan instrumen (homo faber),
manusia mampu berbicara (homo languens), manusia dapat bermasyarakat (homo
socious) dan berbudaya (homo humanis), manusia mampu mengadakan usaha (homo
economicus), serta manusia berkepercayaan dan beragama (homo religious),
sedangkan hewan memiliki daya pikir terbatas dan benda mati cenderung tidak memliki perilaku dan tunduk
pada hukum alam.
Keunggulan manusia sebagai makhluk yang
berbudaya dan beradab berkat ketekunannya memantau berbagai gejala dan
peristiwa alam. Manusia tidak lagi menemukan kenyataan sebagai sesuatu yang
selesai, melainkan sebagai peluang yang membuka berbagai kemungkinan. Setiap
kenyataan mengisyaratkan adanya kemungkinan. Transendensi manusia terhadap
kenyataan yang ditemuinya sebagai pembuka berbagai kemungkinan itu merupakan
kemampuannya yang paling mendasari perkembangan pengetahuannya.
Sebagai
bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki dua macam sistem budaya yang sama-sama
harus dipelihara dan dikembangkan, yakni sistem budaya nasional dan sistem
budaya etnik lokal. Sistem budaya nasional adalah sesuatu yang relatif baru dan
sedang berada dalam proses pembentukannya. Sistem ini berlaku secara umum untuk
seluruh bangsa Indonesia, tetapi sekaligus berada di luar ikatan budaya etnik
lokal.
Nilai-nilai budaya yang terbentuk dalam sistem budaya nasional bersifat
prospektif, misalnya kepercayaan religius kepada Tuhan Yang Maha Esa; pencarian
kebenaran duniawi melalui jalan ilmiah; penghargaan yang tinggi atas
kreativitas dan inovasi, efisiensi tindakan dan waktu; penghargaan terhadap
sesama atas dasar prestasinya lebih daripada atas dasar kedudukannya;
penghargaan yang tinggi kepada kedaulatan rakyat; serta toleransi dan simpati
terhadap budaya suku bangsa yang bukan suku bangsanya sendiri.
Nilai-nilai tersebut menjadi bercitra Indonesia karena dipadu dengan
nilai-nilai lain dari nilai-nilai budaya lama yang terdapat dalam berbagai
sistem budaya etnik lokal. Kearifan-kearifan lokal pada dasarnya dapat
dipandang sebagai landasan bagi pernbentukan jatidiri bangsa secara nasional.
Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar.
Budaya etnik lokal seringkali berfungsi sebagai sumber atau acuan bagi
penciptaan-penciptaan baru, seperti dalam bahasa, seni, tata masyarakat, dan
teknologi, yang kemudian ditampilkan dalam perikehidupan lintas budaya.
C) Peranan Manusia
Sebagai Makhluk Sosial dan Budaya
Individu dalam hal ini adalah seorang manusia yang tidak
hanya memiliki peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya,
melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkahlaku spesifik tentang
dirinya. Akan tetapi dalam banyak hal banyak pula persamaan disamping hal-hal
yang spesifik tentang dirinya dengan orang lain. Disini jelas bahwa individu
adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam
lingkungan sosaialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian, serta pola tingkah
laku spesifik dirinya. Persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia
dengan segala maknanya merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai
tiga aspek yang melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek
psikis rohaniah, dan aspek sosial. Apabila terjadi kegoncangan pada salah satu
aspek, maka akan membawa akibat pada aspek yang lainnya.
Manusia mempunyai pengaruh penting dalam kelangsungan
ekosistem serta habitat manusia itu sendiri, tindakan-tindakan yang diambil
atau kebijakan-kebijakan tentang hubungan dengan lingkungan akan berpengaruh
bagi lingkungan dan manusia itu sendiri.
Kemampuan kita untuk menyadari hal tersebut akan menentukan
bagaimana hubungan kita sebagai manusia dan lingkungan kita. Hal ini memerlukan
pembiasaan diri yang dapat membuat kita menyadari hubungan manusia dengan
lingkungan. Manusia memiliki tugas untuk menjaga lingkungan demi menjaga
kelansungan hidup manusia itu sendiri dimasa akan datang.
Begitu pula peranan manusia sebagai makhluk yang berbudaya
yang mulai luntur seperti budaya gotong royong. Dalam pengertian manusia diatas
kita telah membahas bahwa manusia adalah mahluk sosial yaitu dimana manusia
tidak dapat hidup sendiri melainkan hidup berdampingan antara individu satu
dengan individu yang lain. Gotong royong di Indonesia sendiri merupakan suatu
istilah yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil atau
tujuan yang sudah direncanakan. Sikap gotong royong adalah bekerja bersama-sama
dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan
tersebut secara adil, atau suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa
pamrih dan secara suka rela oleh semua warga menurut batas kemampuannya
masing-masing. Pekerjaan jika dilakukan dengan cara gotong royong akan lebih
mudah dan ringan. Pada dasarnya manusia itu tergantung pada manusia lainnya,
dan bahwa manusia tidak hidup sendiri melainkan hidup bersama dengan orang lain
atau lingkungan sosial. Sifat gotong royong dan kekeluargaan didaerah pedesaan
lebih menonjol dalam pola kehidupan mereka, seperti memperbaiki dan
membersihkan jalan, masyarakat desa adalah masyarakat yang kehidupannya masih
banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah sesuatu aturan
yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur
tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial hidup bersama, bekerja
sama dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir
seragam. Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara
langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah
perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak
banyak omong. Masyarakat desa
benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai
“patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu
dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial. Ciri-ciri
yang telah diungkapkan di atas yang seharusnya menjadi identitas mereka, di
sebagian masyarakat pedesaan hal tersebut telah pudar bahkan sebagian lagi
telah hilang ditelan zaman. Contoh konkrit, gotong royong. Masyarakat pedesaan
tempo dulu menjadikan gotong royong sebagai sebuah kearifan lokal. Bahkan
menjadi sebuah gunjingan di kalangan masyarakat jika ada seseorang yang tidak
mau ikut campur dalam kegiatan tersebut. Tapi sekarang, hal ini telah dilupakan
dan terkesan individualis, yang notabene hidup individualis adalah ciri
masyarakat perkotaan dan perumahan.
Sedangkan di perkotaan gotong royong dapat dijumpai
dalam kegiatan kerja bakti di lingkungan rumah, disekolah
dan bahkan dikantor-kantor, misalnya pada saat memperingati hari-hari besar
nasional dan keagamaan, mereka bekerja tanpa imbalan jasa, karena demi
kepentingan bersama. Dari sini timbulah rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong
menolong, sehingga dapat terbina rasa kesatuan dan persatuan nasional, di
bandingkan dengan cara individualisme yang mementingkan diri sendiri maka akan
memeperlambat pembangunan di suatu daerah. Kesadaran untuk memiliki rasa gotong
royong haruslah diawali dari diri kita masing-masing, memiliki rasa gotong
royong yang tinggi akan membangun solidaritas dan kepedulian terhadap
lingkungan juga bisa menurunkan rasa individualisme maupun kelompok. Dari
kesadaran untuk memiliki rasa tanggung jawab bersama akan menciptakan kerukunan
antar masyarakat. Sehingga ideologi-ideologi ekstrimisme atau radikal maupun
sikap liar dari masyarakat yang akhir-akhir ini bermunculan akan bisa ditanggulangi
yang akan menciptakan karakter bangsa sesuai falsafat pancasila.
Opini
Kita Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang
saling berhubungan, berinteraksi satu sama lain untuk mencapai kepentingan atau
kebutuhan hidupnya. Manusia tidak bisa hidup sendiri melainkan ada orang lain
yang akan melindungi, mengajarkan, saling
membantu untuk meningkatkan kemampuan dirinya atau kebutuhan lain. Oleh karena
itu dibutuhkan akhlak yang baik dan jujur untuk mendapatkan simpati atau respek
dari orang lain. Jangan sampai semua orang akan menjauhi kita akibat perbuatan
buruk kita sendiri.
Refrensi :
0 comments:
Post a Comment